Source: Inside RGE
Indonesia memiliki sebuah sistem unik
yang disebut sebagai Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pada dasarnya, program ini
merupakan upaya menghadirkan kerjasama saling menguntungkan antara perusahaan
besar dengan petani kecil. Beruntunglah mereka yang menjalin relasi dengan grup Royal Golden Eagle (RGE) karena banyak
manfaat yang dipetik.
Kegiatan ini memiliki tujuan positif
bagi perusahaan besar dan petani kecil. Diharapkan korporasi mampu memanfaatkan
keahlian teknis dan manajerial yang dimiliki untuk membantu mengembangkan
perkebunan plasma bagi pemukim yang tidak memiliki tanah dan berada di lahan
yang cocok untuk komoditas perkebunan.
Ada hak dan kewajiban di kedua pihak
agar sistem petani plasma berjalan baik. Perusahaan besar seperti Royal Golden Eagle bertugas membangun
fasilitas lengkap sesuai standar perkebunan yang baik. Selain itu, korporasi
seperti RGE juga menyediakan fasilitas umum bagi masyarakat. Bersamaan dengan
itu, mereka juga membimbing para petani dan melaksanakan hal terpenting, yakni
membeli hasil perkebunan rakyat.
Sebaliknya, para petani plasma juga
punya kewajiban yang harus dilaksanakan. Mereka harus menjalankan pengelolaan
perkebunan sesuai standar operasional yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain
itu, hasil perkebunan mereka wajib dijual ke korporasi yang bertindak sebagai
pembina.
Terkait hal tersebut, beruntunglah
para petani plasma yang bekerjasama dengan grup RGE. Sebab, mereka mendapatkan beragam keuntungan yang akan
meningkatkan kesejahteraan mereka, yang mana belum tentu bisa didapatkan dari
korporasi lain.
Perlu diketahui, Royal Golden Eagle merupakan korporasi skala
internasional yang didirikan oleh pengusaha Sukanto Tanoto. Mulai dirintis pada 1973, awalnya
grup ini bernama Raja Garuda Mas. Ada banyak anak perusahaan di bawah RGE, namun sebagian besar beroperasi
dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam menjadi produk yang bernilai tinggi.
Kini, Royal Golden Eagle pantas
disebut sebagai salah satu raksasa perusahaan sumber daya dunia. Asetnya
ditaksir senilai 15 miliar dollar Amerika Serikat. Mereka pun sudah melebarkan
sayap hingga beroperasi di tujuh negara berbeda. Hasilnya, RGE sanggup membuka
lapangan kerja untuk sekitar 50 ribu karyawan.
Salah satu bidang yang ditekuni oleh
Royal Golden Eagle adalah industri kelapa sawit. Asian Agri merupakan satu anak
perusahaan yang menjalankannya. Mereka beroperasi dengan menjalankan perkebunan
di Provinsi Riau dan Jambi.
Per 2016, Asian Agri mengelola lahan
perkebunan kelapa sawit seluas 100 ribu hektar. Semua terbagi ke dalam 27 titik
perkebunan yang dikelola secara berkelanjutan. Namun, anak usaha RGE ini juga
menjalin kerjasama dengan para petani kecil lewat sistem petani plasma. Hal ini
membuat Asian Agri ikut memantau pengelolaan sekitar 60 ribu hektar lahan lain
yang membuka lapangan kerja bagi ribuan petani.
MENDORONG PRAKTIK BERKELANJUTAN
Source: Asian Agri
Sebagai korporasi yang bertugas
membimbing petani binaaannya, Royal Golden Eagle secara konsisten melakukan
beragam pendampingan. Salah satu yang terpenting adalah mendorong para petani
melaksanakan penanaman yang bertanggung jawab.
Apakah artinya? Para petani plasma
diwajibkan melakukan pengelolaan lahan perkebunannya dengan prinsip-prinsip
berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan dengan memperhatikan kelestarian alam yang
bermuara terhadap perlindungan iklim.
Hal ini sangat penting. Pasalnya,
dalam Royal Golden Eagle, terdapat prinsip kerja yang harus dilaksanakan
terkait kepada masyarakat, negara, dan iklim. Pendirinya, Sukanto Tanoto,
mewajibkan semua perusahaannya di bawah grup yang dulu bernama Raja Garuda Mas itu untuk memberi
manfaat kepada pihak-pihak tersebut selain kepada internal bisnis sendiri.
Perlindungan terhadap kelestarian
alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat terkait erat dengan sistem petani
plasma. Contoh nyata, para petani diharapkan untuk menjalankan praktik
berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Ada berbagai macam cara yang
dilakukan. Misalnya dengan mengeliminasi penggunaan pestisida berbahan kimia
dalam pengelolaan hama kelapa sawit. Selain itu, petani juga dilarang membuka
lahan dengan membakar hutan.
Semua itu penting bagi nasib para
petani itu sendiri. Pasalnya, Royal Golden Eagle tidak membeli hasil kelapa
sawitnya jika tidak berbasis praktik ramah lingkungan. Petani harus mengantungi
Sustainable Palm Oil Certification
yang merupakan bukti sistem berkelanjutan.
Bagi korporasi seperti Royal Golden
Eagle, Sustainable Palm Oil Certification
merupakan hal krusial. Mereka tidak akan bisa menjual produk-produknya ke pasar
internasional jika tidak memiliki sertifikat tersebut.
Jika perusahaan tidak bisa
menjualnya, para petani akan rugi sendiri. Mereka tidak bisa mendapat hasil
dari kerja keras selama ini dalam mengelola dan merawat perkebunan kelapa
sawit. Adakah petani yang mau seperti itu?
Akan tetapi, petani plasma binaan RGE
sudah pasti tidak mengalaminya. Bimbingan rajin dilaksanakan oleh mereka
terhadap para petani yang berhimpun ke dalam 71 KUD tersebut. Buahnya adalah
kesejahteraaan mereka akan meningkat.
PEMBAGIAN PREMIUM SHARING
Source: Inside RGE
Selain mendapatkan jaminan keuntungan
berupa hasil perkebunan yang diterima oleh perusahaan, petani plasma Royal
Golden Eagle juga mendapat benefit lain. Mereka biasa mendapatkan insentif yang
dikenal sebagai premium sharing.
Pada dasarnya, premium sharing merupakan insentif dari penjualan minyak sawit
berkelanjutan yang diserap oleh pasar internasional yang diberikan kepada para
petani. Pada 21 Desember 2016 lalu, Royal Golden Eagle telah membagikannya
dalam total dana senilai lebih dari Rp2,6 miliar.
Dana tersebut dibagikan kepada para
petani plasma binaan Royal Golden Eagle di Provinsi Riau dan Jambi yang telah
memperoleh sertifikasi berkelanjutan bidang kelapa sawit. Nantinya semua akan
dibagi ke para petani yang terdiri dari 29 ribu orang yang terhimpun dalam enam
asosiasi KUD yang membawahi 71 KUD.
Seremoni pembagian premium sharing dilaksanakan di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Direktur Asian Agri, Freddy Wijaya, hadir bersama dengan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Enggartiasto Lukita.
“Pasar Eropa sangat terbuka terhadap
minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan berkelanjutan. Premium sharing dari hasil penjualan
2015 ini merupakan penghargaan terhadap penanam kecil yang mempraktikkan
perkebunan ramah lingkungan. Tanpa kerjasama dengan mereka selama
bertahun-tahun sebelumnya, Asian Agri tidak akan mampu menjadi pemimpin
industri seperti sekarang,” tandas Freddy di Inside RGE.
Saat ini, anak perusahaan Royal
Golden Eagle ini merupakan salah satu produsen produk olahan kelapa sawit
terbesar di dunia. Pencapaian ini sangat membanggakan bagi Indonesia. Tak aneh,
Enggartiasto ikut mengapresiasi premium
sharing yang dibagikan oleh Asian Agri.
“Hubungan antara Asian Agri dan
petani kecil akan meningkatkan kualitas minyak kelapa sawit dari Indonesia,”
kata Enggartiasto. “Berkat upaya membantu para petani plasma dalam memperoleh
sertifikasi internasional, kami menunjukkan komitmen serius kami dalam
mengembangkan sektor agrobisnis berkelanjutan di Indonesia.”
Indonesia kini menjadi negara
penghasil dan pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia. Nilai ekspor minyak
kelapa sawit dari negeri kita mencapai lebih dari 17 miliar dollar Amerika
Serikat setiap tahun. Ini menciptakan devisa ekspor terbesar sehingga selain
bermanfaat bagi masyarakat dan iklim, Royal Golden Eagle juga memang berguna
bagi negara seperti yang digariskan sebagai bagian operasional perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar