![]() |
lembaga sensor film |
Saat ini informasi mudah diakses
oleh semua orang dan semua kalangan, terima kasih kepada kemajuan teknologi
yang bernama internet. Dengan interet kita dapat mengakses informasi dari
manapun, tidak terbatas hanya melalui personal computer ataupun laptop, gadget
masa kini pun menjadi pintu informasi kita.
Hal tersebut memiliki dua dampak
yang saling bertolak belakang seperti dua sisi mata uang. Kita merasa sangat
terbantu dengan kemudahan akses informasi yang berguna melalu gadget kita. Akan
tetapi yang masuk ke ruang pribadi kita bukan hanya informasi positif namun
juga negatif, yang membuat kita terkadang kerepotan memblok informasi tersebut.
Sedikit kilas balik ke masa kecil
saya, dimana informasi hanya dapat kita peroleh melalui surat kabar, radio dan televisi.
Informasi yang masuk ke ruang pribadi kita dapat kita tidak sebeas saat ini. Hal
tersebut karena ada orang-orang yang bertanggung jawab melakukan filterisasi
atas informasi yang layak dan tidak layak.
Informasi bukan hanya berbentuk
berita namun juga dalam bentuk tayangan. Salah satu lembaga yang memiliki
tanggung jawab melakukan filterisasi atas informasi berbentuk tayangan adalah
LSF. LSF adalah Lembaga Sensor Film , yang bertugas melakukan filter dan sensor
terhadap film-film yang akan tayang di Indonesia. Sebagai catatan Lembaga
Sensor Film hanya melakukan tugas sensor untuk tayangan Film yang beredar di
bioskop. Sedangkan kita sering rancu dengan KPI yang bertugas melakukan
filterisasi tayangan televisi. Mengenai hal tersebut sedikit akan saya jelaskan
menurut saya jika ada kesalahan mohon dimaafkan.
Seperti yang kita ketahui LSF
bertugas melakukan filterisasi dan sensor film yang akan tayang di Indonesia
(tayang di ruang public seperti bioskop, ruang diskusi, festival, ruang
akademik,dll). Sebelum film tersebut tayang, maka tugas LSF melakukan
pengecekkan apakah film tersebut layak atau tidak, jika ada bagian yang tidak
layak maka LSF memberitahu produsen film untuk mengubah. Setelah film selesai
beredar di ruang public yang menjadi tanggung jawab LSF, film akan masuk ke ruang public selanjutnya yang diawasi oleh
KPI. Ruang public yang diawasi KPI adalah televisi, sehingga layak atau
tidaknya tayangan televise menjadi tanggung jawab KPI.
Kembali ke mudahnya informasi dan
tayangan masuk ruang pribadi kita, siapakah yang akan melakukan
filterisasi/sensor? Jawabannya adalah kita sendiri. Dengan melakukan Budaya
Sensor Mandiri. Sudah saatnya kita tidak
hanya menumpukan tanggung jawab kepada LSF dan KPI, karena menjaga generasi
muda kia dari informasi dan tayangan negative adalah tanggung jawab kita. Apakah
yang dapat kita lakukan?
Budaya Sensor Mandiri adalah
jawaban dari pertanyaan diatas. Kita tidak perlu melakukan kegiatan seperti
yang dilakukan LSF atau KPI, dengan melakukan pemotongan atau membuat blur
suatu tayangan. Alat kita dalam melakukan sensor mandiri cukup sederhana, untuk
tayangan TV alat kita adalah remote TV. Jika kita melihat tayangan yang tidak
layak atau tidak sesuai dengan katagori usia yang menyaksikan kita tinggal
menekan tombol off atau pindah channel TV. sedangkanBudaya Sensor Mandiri tidak
hanya untuk tayangan TV saja, karena tayangan dan informasi negative bisa masuk
melalui gadget. Sudah selayaknya orangtua menjadi lembaga sensor terhadap
gadget anak-anak mereka, jangan sampai teknologi yang memudahkan komunikasi
menjadi boomerang bagi masa depan mereka. Jadi dengan Budaya Sensor Mandiri,
kita mulai menjaga masa depan generasi Indonesia mulai dari rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar